Hadits-Hadits Palsu Tentang Keutamaan
Shalat Dan Puasa Di Bulan Rajab
Apabila
kita memperhatikan hari-hari, pekan-pekan, bulan-bulan, sepanjang tahun serta
malam dan siangnya, niscaya kita akan mendapatkan bahwa Allah Yang Maha
Bijaksana mengistimewakan sebagian dari sebagian lainnya dengan keistimewaan
dan keutamaan tertentu. Ada bulan yang dipandang lebih utama dari bulan
lainnya, misalnya bulan Ramadhan dengan kewajiban puasa pada siangnya dan
sunnah menambah ibadah pada malamnya. Di antara bulan-bulan itu ada pula
yang dipilih sebagai bulan haram atau bulan yang dihormati, dan diharamkan
berperang pada bulan-bulan itu. Allah juga mengkhususkan hari Jum'at dalam
sepekan untuk berkumpul shalat Jum'at dan mendengarkan khutbah yang berisi
peringatan dan nasehat.
Ibnul
Qayyim menerangkan dalam kitabnya, Zaadul Ma'aad, [1] bahwa Jum'at memiliki lebih dari
tiga puluh prioritas, kendatipun demikian Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam melarang mengkhususkan ibadah pada malam Jum'at atau
puasa pada hari Jum'at, sebagaimana sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
"Dari
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu' alaihi wa sallam,
beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Janganlah kalian
mengkhususkan malam Jum'at untuk beribadah dari malam-malam yang lain dan
jangan pula kalian mengkhususkan puasa pada hari Jum'at dari hari-hari yang
lainnya, kecuali bila bertepatan (hari Jum'at itu) dengan puasa yang biasa
kalian berpuasa padanya. " [2]
Allah
Yang Mahabijaksana telah mengutamakan sebagian waktu malam dan siang dengan
menjanjikan terkabulnya do'a dan terpenuhinya permintaan. Demikian Allah
mengutamakan tiga generasi pertama sesudah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu
'alaihi wa sallam dan mereka dianggap sebagai generasi terbaik apabila
dibandingkan dengan generasi berikutnya sampai hari Kiamat. Ada beberapa
tempat dan masjid yang disukai oleh Allah dibandingkan tempat dan masjid
lainnya. Semua hal tersebut kita ketahui berdasarkan hadits-hadits yang shahih
dan contoh yang benar.
Buletin
kali ini akan membahas tentang bulan Rajab, keutamaannya dalam masalah shalat
dan puasa padanya dibanding dengan bulan-bulan yang lainnya, semua
haditsnya sangat lemah dan palsu. Oleh karena itu tidak bisa seorang
Muslim mengutamakan dan melakukan ibadah yang khusus pada bulan
Rajab.
Di
bawah ini akan diberikan contoh hadits-hadits palsu tentang keutamaan shalat
dan puasa di bulan Rajab.
HADITS
PERTAMA
"Rajab bulan Allah, Sya'ban bulanku dan Ramadhan adalah bulan ummatku"
Keterangan:
HADITS INI "MAUDHU
Kata
Syaikh ash-Shaghani (wafat th. 650 H): "Hadits ini maudhu '." [3]
Hadits tersebut memiliki matan yang panjang, lanjutan hadits itu ada lafazh:
"Janganlah
kalian lalai dari (beribadah) pada malam Jum'at pertama di bulan Rajab, karena
malam itu Malaikat menamakannya Raghaaib ..."
Keterangan:
HADITS INI MAUDHU '
Kata Ibnul Qayyim (wafat th. 751 H): "Hadits ini diriwayatkan oleh 'Abdur
Rahman bin Mandah dari Ibnu Jahdham, telah menceritakan kepada kami' Ali bin
Muhammad bin Sa'id al-Bashry, telah menceritakan kepada kami Khalaf bin
'Abdullah as-Shan'any, dari Humaid Ath-Thawil dari Anas, secara marfu' [4] .
Kata
Ibnul Jauzi (wafat th. 597 H): "Hadits ini palsu dan yang tertuduh
memalsukannya adalah Ibnu Jahdham, mereka menuduh sebagai pendusta. Aku
telah mendengar Syaikhku Abdul Wahhab al-Hafizh berkata: "Rawi-rawi hadits
tersebut adalah rawi-rawi yang majhul (tidak dikenal), aku sudah periksa semua
kitab, tetapi aku tidak menemukan biografi hidup mereka." [5]
Imam
adz-Dzahaby berkata: "'Ali bin' Abdullah bin Jahdham az-Zahudi, Abul Hasan
Syaikhush Shuufiyyah penulis kitab Bahjatul Asraar dituduh memalsukan
hadits."
Kata
para ulama lainnya: "Dia dituduh membuat hadits palsu tentang shalat
ar-Raghaa'ib."[6]
HADITS
KEDUA
"Keutamaan bulan Rajab atas bulan-bulan lainnya seperti keutamaan
al-Qur'an atas semua perkataan, keutamaan bulan Sya'ban seperti keutamaanku
atas para Nabi, dan keutamaan bulan Ramadhan seperti keutamaan Allah atas semua
hamba."
Keterangan: HADITS
INI MAUDHU
Kata
al Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqalany: "Hadits ini palsu." [7]
HADITS
KETIGA:
"Barangsiapa shalat Maghrib di
malam pertama bulan Rajab, kemudian shalat sesudahnya dua puluh rakaat, setiap
rakaat membaca al-Fatihah dan al-Ikhlash serta salam sepuluh kali.Kalian tahu
ganjarannya? Sesungguhnya Jibril mengajarkan kepadaku demikian. "Kami
berkata:" Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui, dan berkata: 'Allah
akan pelihara dirinya, hartanya, keluarga dan anaknya serta diselamatkan dari
adzab Qubur dan ia akan melewati as-Shirath seperti kilat tanpa dihisab , dan
tidak disiksa. '"
Keterangan:
HADITS MAUDHU
Kata
Ibnul Jauzi: "Hadits ini palsu dan kebanyakan rawi-rawinya adalah majhul
(tidak dikenal biografinya)." [8]
HADITS KEEMPAT
"Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab dan shalat empat raka'at, di
raka'at pertama baca 'ayat Kursiy 'seratus kali dan di raka'at kedua baca'
surat al-Ikhlas 'seratus kali, maka dia tidak mati hingga melihat tempatnya di
Surga atau diperlihatkan kepadanya (sebelum ia mati) "
Keterangan:
HADITS INI MAUDHU '
Kata Ibnul Jauzy: "Hadits ini palsu, dan rawi-rawinya majhul serta seorang
perawi yang bernama 'Utsman bin' Atha 'adalah perawi matruk menurut para Ahli
Hadits." [9]
Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar al - 'Asqalany,' Utsman bin 'Atha' adalah rawi
yang lemah. [Lihat Taqriibut Tahdziib (I/663 no. 4518)]
HADITS
KELIMA
"Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab (ganjarannya) sama dengan
berpuasa satu bulan."
Keterangan:
HADITS INI SANGAT LEMAH
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafizh dari Abu Dzarr secara marfu '.
Dalam
sanad hadits ini ada perawi yang bernama al-Furaat bin as-Saa'ib, dia adalah
seorang rawi yang matruk. [10]
Kata
Imam an-Nasa'i: "Furaat bin as-Saa'ib Matrukul hadits." Dan kata Imam
al-Bukhari dalam Tarikhul Kabir: "Para Ahli Hadits meninggalkannya, karena
dia seorang rawi munkarul hadits, serta dia termasuk rawi yang matruk kata Imam
ad-Daraquthni. " [11]
HADITS
KEENAM
"Sesungguhnya di Surga ada sungai yang dinamakan 'Rajab' airnya
lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu, barangsiapa yang puasa satu
hari di bulan Rajab maka Allah akan memberikan minum kepadanya dari air sungai
itu. "
Keterangan:
HADITS INI BATHIL
Hadits
ini diriwayatkan oleh ad-Dailamy (I/2/281) dan al-Ashbahâny di dalam kitab
at-Targhib (I-II/224) dari jalan Mansyur bin Yazid al-Asadiy telah menceritakan
kepada kami Musa bin 'Imran, ia berkata : "Aku mendengar Anas bin Malik
berkata, ..."
Imam
adz-Dzahaby berkata: "Mansyur bin Yazid al-Asadiy meriwayatkan darinya,
Muhammad al-Mughirah tentang keutamaan bulan Rajab. Mansyur bin Yazid
adalah rawi yang tidak dikenal dan kabar (hadits) ini adalah bathil.
" [12]
Syaikh
Muhammad Nashiruddin al-Albany berkata: "Musa bin 'Imraan adalah majhul
dan aku tidak mengenalnya." [13]
HADITS
KETUJUH.
"Barangsiapa berpuasa tiga hari pada bulan Rajab, dituliskan baginya
(pahala) puasa satu bulan, barangsiapa berpuasa tujuh hari pada bulan Rajab,
maka Allah tutupkan baginya tujuh pintu neraka, barangsiapa yang berpuasa
delapan hari di bulan Rajab, maka Allah membukakan baginya delapan buah pintu
dari pintu-pintu Surga. Dan barang siapa puasa nishfu (setengah bulan)
Rajab, maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah. "
Keterangan:
HADITS INI PALSU
Hadits ini termaktub dalam kitab al-Fawaa'idul Majmu'ah fil Ahaadits
al-Maudhu'ah (no. 288).Setelah membawakan hadits ini asy-Syaukani berkata:
"Suyuthi membawakan hadits ini dalam kitabnya, al-Laaliy al-Mashnu'ah, ia
berkata: 'Hadits ini diriwayatkan dari jalan Amr bin al-Azhar dari Abaan dari
Anas secara marfu'. '"
Dalam
sanad hadits tersebut ada dua perawi yang sangat lemah [14]
Hadits
ini diriwayatkan juga oleh Abu Syaikh dari jalan Ibnu 'Ulwan dari
Abaan. Kata Imam as-Suyuthi: "Ibnu 'Ulwan adalah pemalsu
hadits." [Lihat al-Fawaaidul Majmu'ah (hal. 102, no. 288).
Sebenarnya
masih banyak lagi hadits-hadits tentang keutamaan Rajab, shalat Raghaa'ib dan
puasa Rajab, akan tetapi karena semuanya sangat lemah dan palsu, penulis
mencukupkan tujuh hadits saja.
PENJELASAN
PARA ULAMA TENTANG MASALAH RAJAB
[1]. Imam Ibnul Jauzy menerangkan bahwa hadits-hadits tentang
Rajab, Raghaa'ib adalah palsu dan rawi-rawi majhul. [Lihat al-Maudhu'at
(II/123-126)]
[2]. Kata Imam an-Nawawy:
"Shalat Raghaa-ib ini adalah satu bid'ah yang tercela, munkar dan
jelek." [Lihat as-Sunan wal Mubtada'at (hal. 140)]
Kemudian
Syaikh Muhammad Abdus Salam Khilidhir, penulis kitab as-Sunan wal Mubtada'at
berkata: "Ketahuilah setiap hadits yang menerangkan shalat di awal Rajab,
pertengahan atau di akhir Rajab, semuanya tidak bisa diterima dan tidak dapat
dilakukan." [Lihat as-Sunan wal Mubtada'at (hal. 141)]
[3]. Kata Syaikh Muhammad
Darwiisy al-Huut : "Tidak satupun hadits yang sah tentang bulan
Rajab sebagaimana kata Imam Ibnu Rajab." [Lihat Asnal Mathaalib (hal.
157)]
[4]. Kata Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah (wafat th. 728 H): "Adapun shalat Raghaa'ib, tidak ada
asalnya (dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam), bahkan termasuk bid'ah
.... Atsar yang menyatakan (tentang shalat itu) dusta dan palsu menurut
kesepakatan para ulama dan tidak pernah sama sekali disebutkan (dikerjakan)
oleh seorang ulama Salaf dan para Imam ... "
Selanjutnya
beliau berkata lagi: "Shalat Raghaa'ib adalah BID'AH menurut kesepakatan
para Imam, tidak pernah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh
melaksanakan shalat itu, tidak pula disunnahkan oleh para khalifah sesudah
beliau Shallallahu' alaihi wa sallam dan tidak pula seorang Imam pun yang
menyunnahkan shalat ini, seperti Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Ahmad, Imam Abu
Hanifah, Imam ats-Tsaury, Imam al-Auzaiy, Imam Laits dan selain mereka.
Hadits-hadits
yang diriwayatkan tentang itu adalah dusta menurut Ijma 'para Ahli
Hadits.Demikian juga shalat malam pertama bulan Rajab, malam Isra ', Alfiah
nishfu Sya'ban, shalat Ahad, Senin dan shalat hari-hari tertentu dalam satu
pekan, meskipun disebutkan oleh sebagian penulis, tapi tidak diragukan lagi
oleh orang yang mengerti hadits-hadits tentang hal tersebut, semuanya adalah
hadits palsu dan tidak ada seorang Imam pun (yang terkemuka) menyunnahkan
shalat ini ... Wallahu a'lam. "[Lihat Majmu 'Fataawa (XXIII/132, 134)]
[5]. Kata Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah :
"Semua hadits tentang shalat Raghaa'ib pada malam Jum'at pertama di bulan
Rajab adalah dusta yang diada-adakan atas nama Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam. Dan semua hadits yang menyebutkan puasa Rajab dan shalat pada
beberapa malamnya semuanya adalah dusta (palsu) yang diada-adakan. " [15]
[6]. Al-Hafizh
Ibnu Hajar al-Asqalany mengatakan
dalam kitabnya, Tabyiinul 'Ajab bima Warada fii Fadhli Rajab:
"Tidak ada riwayat yang sah yang menerangkan tentang keutamaan bulan Rajab
dan tidak pula tentang puasa khusus di bulan Rajab, serta tidak ada pula hadits
yang shahih yang dapat dipegang sebagai hujjah tentang shalat malam khusus di
bulan Rajab. "
[7]. Imam
al-'Iraqy yang
mengoreksi hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Ihya '' Uluumuddin,
menerangkan bahwa hadits tentang puasa dan shalat Raghaa'ib adalah hadits
maudhu '(palsu). [Lihat Ihya '' Uluumuddin (I/202)]
[8]. Imam
asy-Syaukani menukil
perkataan 'Ali bin Ibra-him al-' Aththaar, ia berkata dalam risalahnya:
"Sesungguhnya riwayat tentang keutamaan puasa Rajab, semuanya adalah palsu
dan lemah, tidak ada asalnya (dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam).
"[Lihat al-Fawaa-idul Majmu'ah fil Ahaaditsil Maudhu'ah (hal. 381)]
[9]. Syaikh
Abdus Salam ,
penulis kitab as-Sunan wal Mubtada'at menyatakan: "Bahwa membaca kisah
tentang Isra 'dan Mi'raj dan merayakannya pada malam tang-gal dua puluh tujuh
Rajab adalah BID'AH. Berdzikir dan mengadakan peribadahan tertentu untuk
merayakan Isra 'dan Mi'raj adalah BID'AH, do'a-do'a yang khusus dibaca pada
bulan Rajab dan Sya'ban semuanya tidak ada sumber (asal konsumsinya) dan
BID'AH, hal yang demikian itu perbuatan baik, niscaya para Salafush Shalih
sudah melaksanakannya. "[Lihat as-Sunan wal Mubtada'at (hal. 143)]
[10]. Syaikh
'Abdul' Aziz bin 'Abdullah bin Baaz, ketua Dewan Buhuts 'Ilmiyyah, Fatwa, Da'wah dan
Irsyad, Saudi Arabia, beliau berkata dalam kitabnya, at-tahdzir minal Bida'
(hal. 8): " Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Shahabatnya
tidak pernah mengadakan upacara Isra' dan Mi'raj dan tidak pula mengkhususkan
suatu ibadah apapun pada malam tersebut. Jika peringatan malam tersebut
disyar'iatkan, pasti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan
kepada ummat, baik melalui ucapan maupun perbuatan. Jika pernah dilakukan
beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, pasti diketahui dan masyhur, dan
ten-Tunya akan disampaikan oleh para Shahabat kepada kita ...
Nabi
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling banyak memberi
nasihat kepada manusia, ia telah menyampaikan risalah kerasulannya sebaik-baik
pengiriman dan telah menjalankan amanah Allah dengan sempurna.
Oleh
karena itu, jika upacara peringatan malam Isra 'dan Mi'raj dan merayakan itu
dari agama Allah, ten-Tunya tidak akan dilupakan dan disembunyikan oleh
Rasulullah Shallallahu' alaihi wa sallam, tetapi karena hal itu tidak ada, maka
jelaslah bahwa upacara tersebut bukan dari ajaran Islam sama sekali. Allah
telah menyempurnakan agama-Nya bagi ummat ini, mencukupkan nikmat-Nya dan Allah
mengingkari siapa saja yang berani menciptakan sesuatu yang baru dalam agama,
karena cara tersebut tidak dibenarkan oleh Allah:
"Pada
hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam jadi agama bagimu." [Al-Maa-idah: 3]
KHATIMAH
Orang
yang memiliki bashirah dan mau mendengarkan nasehat yang baik, dia akan
berusaha meninggalkan segala bentuk bid'ah, karena setiap bid'ah adalah sesat,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Setiap
bid'ah itu sesat dan setiap kesesatan di Neraka." [16]
Para
ulama, ustadz, kyai yang masih membawakan hadits-hadits yang lemah dan palsu,
maka mereka digo-longkan sebagai pendusta.
Sebagaimana
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Dari
Samurah bin Jundub dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau Shallallahu'
alaihi wa sallam bersabda: "Barang-siapa yang menceritakan satu hadits
dariku, padahal dia tahu bahwa hadits itu dusta, maka dia termasuk salah
seorang dari dua pendusta." [HSR . Ahmad (V/20), Muslim (I / 7) dan
Ibnu Majah (no. 39)]
[Disalin
dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit
Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]
Sumber:
almanhaj.or.id
Foote
Note
[1] . Zaadul Ma'aad (I/375)
cet. Muassasah ar-Risalah.
[2] . HR. Muslim (no. 1144
(148)) dan Ibnu Hibban (no. 3603), lihat Silsilatul Ahaadits ash-Shahihah (no.
980)
[3] . Lihat Maudhu'atush Shaghani
(I/61, no. 129)
[4] . Al-Manaarul Muniif fish
Shahih Wadh Dha'if (no. 168-169)
[5] . Al-Maudhu'at (II/125), oleh
Ibnul Jauzy
[6] . Periksa: Mizaanul I'tidal
(III/142-143, no. 5879)
[7] . Lihat al-Mashnu 'fii
Ma'rifatil Haditsil Maudhu' (no. 206, hal. 128), oleh Syaikh Ali al-Qary
al-Makky (wafat th. 1014 H)]
[8] . Lihat al-Maudhu'at Ibnul
Jauzy (II/123), al-Fawaa'idul Majmu'ah fil Ahaadits Maudhu'at oleh as-Syaukany
(no. 144) dan Tanziihus Syari'ah al-Marfu'ah 'anil Akhbaaris Syanii 'ah
al-Maudhu'at (II/89), oleh Abul Hasan' Ali bin Muhammad bin 'Araaq al-Kinani
(wafat th. 963 H).
[9] . Al-Maudhu'at (II/123-124).
[10] . Lihat al-Fawaa-id
al-Majmu'ah (no. 290)
[11] . Lihat adh-Dhu'afa wa
Matrukin oleh Imam an-Nasa'i (no. 512), al-Jarh wat Ta'dil (VII/80), Mizaanul
I'tidal (III/341) dan Lisaanul Mizaan (IV/430 ).
[12] . Lihat Mizaanul I'tidal (IV
/ 189)
[13] . Lihat Silsilah Ahaadits
adh-Dha'ifah wal Maudhu'ah (no. 1898)
(1). 'Amr
bin al-Azhar al-' Ataky.
Imam an-Nasa-i berkata: "Dia
Matrukul Hadits." Sedangkan kata Imam al-Bukhari: "Dia dituduh
sebagai pendusta." Kata Imam Ahmad: "Dia sering memalsukan
hadits." [Periksa, adh-Dhu'afa wal Matrukin (no. 478) oleh Imam an-Nasa-i,
Mizaanul I'tidal (III/245-246), al-Jarh wat Ta'dil (VI/221) dan Lisaanul Mizaan
(IV/353)]
(2). Abaan
bin Abi 'Ayyasy, seorang Tabi'in Shaghiir.
Imam Ahmad dan an-Nasa-i berkata:
"Dia Matrukul Hadits (ditinggalkan haditsnya)." Kata Yahya bin Ma'in:
"Dia matruk." Dan beliau pernah berkata: " Dia rawi yang lemah.
"[Periksa: Adh Dhu'afa wal Matrukin (no. 21), Mizaanul I'tidal (I/10),
al-Jarh wat Ta'dil (II/295), Taqriibut Tahdzib (I/51 , no. 142)]
[15] . Lihat al-Manaarul Muniif
fish Shahiih Wadh Dha'iif (hal. 95-97, no. 167-172) oleh Ibnul Qayyim, tahqiq:
'Abdul Fattah Abu Ghaddah
[16] . HSR. An-Nasa'i
(III/189) dari Jabir radhiyallahu 'anhu dalam Shahih Sunan an-Nasa'i (I/346 no.
1487) dan Misykatul Mashaabih (I/51)
Maraji
'
[1]. Shahih al-Bukhari.
[2]. Shahih Muslim.
[3]. Sunan an-Nasaa-i.
[4]. Sunan Ibni Majah.
[5]. Musnad Imam Ahmad.
[6]. Shahih Ibni Hibban.
[7]. Zaadul Ma'aad fii Hadyi Khairil 'ibaad, oleh Syaikhul Islam Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah, cet.Mu-assasah ar-Risalah, th. 1412 H.
[8]. Maudhu'atush Shaghani.
[9]. Al-Manaarul Muniif fish Shahih Wadh Dha'if, oleh Syaikhul Islam Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah.
[10]. Al-Maudhu'at, oleh Imam Ibnul Jauzy, cet. Daarul Fikr,
th. 1403 H.
[11]. Mizaanul I'tidal, oleh Imam adz-Dzahaby, tahqiq: 'Ali Muhammad
al-Bajaawy, cet. Daarul Fikr.
[12]. Al-Mashnu 'fii Ma'rifatil Haditsil Maudhu', oleh Syaikh Ali al-Qary
al-Makky.
[13]. Al-Fawaa-idul Majmu'ah fil Ahaadits Maudhu'at oleh asy-Syaukany,
tahqiq: Syaikh 'Abdurrahman al-Ma'allimy, cet. Al-Maktab al-Islamy,
th. 1407 H.
[14]. Tanziihus Syari'ah al-Marfu'ah 'anil Akhbaaris Syanii'ah
al-Maudhu'at, oleh Abul Hasan' Ali bin Muhammad bin 'Araaq al-Kinani.
[15]. Taqriibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqa-lany,
cet. Daarul Kutub al-'Ilmiyyah.
[16]. Adh-Dhu'afa wa Matrukin, oleh Imam an-Nasa-i.
[17]. At-Taghib wat Tarhib, oleh Imam al-Mundziri.
[18]. Silsilah Ahaadits adh-Dha'ifah wal Maudhu'ah, oleh Imam Muhammad
Nashiruddin al-Albany.
[19]. Al-Laali al-Mashnu'ah, oleh al-Hafizh as-Suyuthy.
[20]. Adh-Dhu'afa wal Matrukin, oleh Imam an-Nasa-i.
[21]. Al-Jarhu wat Ta'dil, oleh Imam Ibnu Abi Hatim ar-Razy.
[22]. As-Sunan wal Mubtada'at, oleh Muhammad Abdus Salam Khilidhir.
[23]. Asnal Mathaalib fii Ahaadits Mukhtalifatil Maraatib, oleh Muhammad
Darwisy al-Huut.
[24]. Majmu 'Fataawa, oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
[25]. Al-Manaarul Muniif fis Shahih Wadh Dha'if, oleh Syaikhul Islam Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah.
[26]. Tabyiinul 'Ajab bimaa Warada fiii Fadhli Rajab, oleh al-Hafizh Ibnu
Hajar al-' Asqalany.
[27]. Ihya '' Uluumuddin, oleh Imam al-Ghazzaly.
[28]. At-Tahdziir minal Bida ', oleh Imam' Abdul 'Aziz bin' Abdullah bin
Baaz.
[29]. Misykaatul Mashaabih, oleh Imam at-Tibrizy, takhrij: Imam Muhammad
Nashiruddin al-Albany.
Keutamaan bulan Ramadhan
Ramadhan adalah bulan berkah, bulan sejuta hikmah, dan bulan kemuliaan yang
lebih baik dari seribu bulan. Pendek kata, beruntunglah orang-orang yang
bertemu dengan Ramadhan dan bisa berbuat kebajikan di dalamnya. Kemuliaan dan
keberkahan Ramadhan telah disampaikan oleh Allah dan Rasul-Nya.
“Wahai segenap manusia, telah datang kepada kalian bulan yang agung penuh
berkah, bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang nilainya lebih baik
dari seribu bulan. Allah menjadikan puasa di siang harinya sebagai kewajiban,
dan qiyam di malam harinya sebagai sunah. Barangsiapa menunaikan ibadah yang
difardukan, maka pekerjaan itu setara dengan orang mengerjakan 70 kewajiban.
Ramadhan merupakan bulan kesabaran dan balasan kesabaran adalah surga. Ramadhan
merupakan bulan santunan, bulan yang di mana Allah melapangkan rezeki setiap hamba-Nya.
Barangsiapa yang memberikan hidangan berbuka puasa bagi orang yang berpuasa,
maka akan diampuni dosanya, dan dibebaskan dari belenggu neraka, serta
mendapatkan pahala setimpal dengan orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala
orang berpuasa tersebut.” (HR Khuzaimah).
Dari hadis di atas, ada beberapa keutamaan Ramadhan. Pertama,
syahrul azhim (bulan yang agung). Azhim adalah nama dan sifat Allah. Namun,
juga digunakan untuk menunjukkan kekaguman terhadap kebesaran dan kemuliaan
sesuatu. Ramadhan mulia dan agung, karena Allah sendiri telah mengagungkan dan
memuliakannya.
Kedua, syahrul
mubarak. Bulan ini penuh berkah, berdayaguna dan bermanfaat. Detik demi detik,
waktu yang berjalan pada bulan suci ini, ia bagaikan rangkaian berlian yang
sangat berharga bagi orang beriman. Karena semuanya diberkahi dan amal
ibadahnya dilipatgandakan.
Ketiga, syahru
shiyam. Pada bulan Ramadhan dari awal hingga akhir kita menegakkan satu dari
lima rukun (tiang) Islam yang sangat penting, yaitu shaum (puasa). Keempat, syahru nuzulil qur'an. “Bulan
Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi
manusia, penjelasan bagi petunjuk, dan furqan (pembeda).” (Al-Baqarah [2]:
185).
Kelima, syahrul
musawwah (bulan santunan). Di bulan Ramadhan sangat dianjurkan bagi setiap
Muslim untuk saling bederma, berkasih sayang dengan sesamanya yang keadaannya
jauh memprihatinkan daripada kita.
Keenam,
syahrus shabr (bulan sabar). Bulan Ramadhan melatih jiwa Muslim untuk
senantiasa sabar tidak mengeluh dan tahan uji. Sabar adalah kekuatan jiwa dari
segala bentuk kelemahan mental, spiritual, dan operasional. Orang bersabar akan
bersama Allah sedangkan balasan orang-orang yang sabar adalah surga. Semoga
semua bisa memanfaatkan momentum Ramadhan ini untuk memperbanyak ibadah kepada
Allah. Amin.