Jumat, 31 Mei 2013

Rajab

Hadits-Hadits Palsu Tentang Keutamaan Shalat Dan Puasa Di Bulan Rajab

Apabila kita memperhatikan hari-hari, pekan-pekan, bulan-bulan, sepanjang tahun serta malam dan siangnya, niscaya kita akan mendapatkan bahwa Allah Yang Maha Bijaksana mengistimewakan sebagian dari sebagian lainnya dengan keistimewaan dan keutamaan tertentu. Ada bulan yang dipandang lebih utama dari bulan lainnya, misalnya bulan Ramadhan dengan kewajiban puasa pada siangnya dan sunnah menambah ibadah pada malamnya. Di antara bulan-bulan itu ada pula yang dipilih sebagai bulan haram atau bulan yang dihormati, dan diharamkan berperang pada bulan-bulan itu. Allah juga mengkhususkan hari Jum'at dalam sepekan untuk berkumpul shalat Jum'at dan mendengarkan khutbah yang berisi peringatan dan nasehat.
Ibnul Qayyim menerangkan dalam kitabnya, Zaadul Ma'aad, [1] bahwa Jum'at memiliki lebih dari tiga puluh prioritas, kendatipun demikian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang mengkhususkan ibadah pada malam Jum'at atau puasa pada hari Jum'at, sebagaimana sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu' alaihi wa sallam, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum'at untuk beribadah dari malam-malam yang lain dan jangan pula kalian mengkhususkan puasa pada hari Jum'at dari hari-hari yang lainnya, kecuali bila bertepatan (hari Jum'at itu) dengan puasa yang biasa kalian berpuasa padanya. " [2]
Allah Yang Mahabijaksana telah mengutamakan sebagian waktu malam dan siang dengan menjanjikan terkabulnya do'a dan terpenuhinya permintaan. Demikian Allah mengutamakan tiga generasi pertama sesudah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka dianggap sebagai generasi terbaik apabila dibandingkan dengan generasi berikutnya sampai hari Kiamat. Ada beberapa tempat dan masjid yang disukai oleh Allah dibandingkan tempat dan masjid lainnya. Semua hal tersebut kita ketahui berdasarkan hadits-hadits yang shahih dan contoh yang benar.
Buletin kali ini akan membahas tentang bulan Rajab, keutamaannya dalam masalah shalat dan puasa padanya dibanding dengan bulan-bulan yang lainnya, semua haditsnya sangat lemah dan palsu. Oleh karena itu tidak bisa seorang Muslim mengutamakan dan melakukan ibadah yang khusus pada bulan Rajab.
Di bawah ini akan diberikan contoh hadits-hadits palsu tentang keutamaan shalat dan puasa di bulan Rajab.
HADITS PERTAMA
"Rajab bulan Allah, Sya'ban bulanku dan Ramadhan adalah bulan ummatku"
Keterangan: HADITS INI "MAUDHU
Kata Syaikh ash-Shaghani (wafat th. 650 H): "Hadits ini maudhu '." [3]
Hadits tersebut memiliki matan yang panjang, lanjutan hadits itu ada lafazh:
"Janganlah kalian lalai dari (beribadah) pada malam Jum'at pertama di bulan Rajab, karena malam itu Malaikat menamakannya Raghaaib ..."
Keterangan: HADITS INI MAUDHU '

Kata Ibnul Qayyim (wafat th. 751 H): "Hadits ini diriwayatkan oleh 'Abdur Rahman bin Mandah dari Ibnu Jahdham, telah menceritakan kepada kami' Ali bin Muhammad bin Sa'id al-Bashry, telah menceritakan kepada kami Khalaf bin 'Abdullah as-Shan'any, dari Humaid Ath-Thawil dari Anas, secara marfu' 
[4] .
Kata Ibnul Jauzi (wafat th. 597 H): "Hadits ini palsu dan yang tertuduh memalsukannya adalah Ibnu Jahdham, mereka menuduh sebagai pendusta. Aku telah mendengar Syaikhku Abdul Wahhab al-Hafizh berkata: "Rawi-rawi hadits tersebut adalah rawi-rawi yang majhul (tidak dikenal), aku sudah periksa semua kitab, tetapi aku tidak menemukan biografi hidup mereka." [5]
Imam adz-Dzahaby berkata: "'Ali bin' Abdullah bin Jahdham az-Zahudi, Abul Hasan Syaikhush Shuufiyyah penulis kitab Bahjatul Asraar dituduh memalsukan hadits."
Kata para ulama lainnya: "Dia dituduh membuat hadits palsu tentang shalat ar-Raghaa'ib."[6]
HADITS KEDUA
"Keutamaan bulan Rajab atas bulan-bulan lainnya seperti keutamaan al-Qur'an atas semua perkataan, keutamaan bulan Sya'ban seperti keutamaanku atas para Nabi, dan keutamaan bulan Ramadhan seperti keutamaan Allah atas semua hamba."
Keterangan: HADITS INI MAUDHU
Kata al Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqalany: "Hadits ini palsu." [7]
HADITS KETIGA:
"Barangsiapa shalat Maghrib di malam pertama bulan Rajab, kemudian shalat sesudahnya dua puluh rakaat, setiap rakaat membaca al-Fatihah dan al-Ikhlash serta salam sepuluh kali.Kalian tahu ganjarannya? Sesungguhnya Jibril mengajarkan kepadaku demikian. "Kami berkata:" Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui, dan berkata: 'Allah akan pelihara dirinya, hartanya, keluarga dan anaknya serta diselamatkan dari adzab Qubur dan ia akan melewati as-Shirath seperti kilat tanpa dihisab , dan tidak disiksa. '"
Keterangan: HADITS MAUDHU
Kata Ibnul Jauzi: "Hadits ini palsu dan kebanyakan rawi-rawinya adalah majhul (tidak dikenal biografinya)." [8] 
HADITS KEEMPAT
"Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab dan shalat empat raka'at, di raka'at pertama baca 'ayat Kursiy 'seratus kali dan di raka'at kedua baca' surat al-Ikhlas 'seratus kali, maka dia tidak mati hingga melihat tempatnya di Surga atau diperlihatkan kepadanya (sebelum ia mati) "
Keterangan: HADITS INI MAUDHU '

Kata Ibnul Jauzy: "Hadits ini palsu, dan rawi-rawinya majhul serta seorang perawi yang bernama 'Utsman bin' Atha 'adalah perawi matruk menurut para Ahli Hadits." 
[9]
Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar al - 'Asqalany,' Utsman bin 'Atha' adalah rawi yang lemah. [Lihat Taqriibut Tahdziib (I/663 no. 4518)]
HADITS KELIMA
"Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab (ganjarannya) sama dengan berpuasa satu bulan."
Keterangan: HADITS INI SANGAT LEMAH

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafizh dari Abu Dzarr secara marfu '.
Dalam sanad hadits ini ada perawi yang bernama al-Furaat bin as-Saa'ib, dia adalah seorang rawi yang matruk. [10]
Kata Imam an-Nasa'i: "Furaat bin as-Saa'ib Matrukul hadits." Dan kata Imam al-Bukhari dalam Tarikhul Kabir: "Para Ahli Hadits meninggalkannya, karena dia seorang rawi munkarul hadits, serta dia termasuk rawi yang matruk kata Imam ad-Daraquthni. " [11]
HADITS KEENAM
"Sesungguhnya di Surga ada sungai yang dinamakan 'Rajab' airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu, barangsiapa yang puasa satu hari di bulan Rajab maka Allah akan memberikan minum kepadanya dari air sungai itu. "
Keterangan: HADITS INI BATHIL
Hadits ini diriwayatkan oleh ad-Dailamy (I/2/281) dan al-Ashbahâny di dalam kitab at-Targhib (I-II/224) dari jalan Mansyur bin Yazid al-Asadiy telah menceritakan kepada kami Musa bin 'Imran, ia berkata : "Aku mendengar Anas bin Malik berkata, ..."
Imam adz-Dzahaby berkata: "Mansyur bin Yazid al-Asadiy meriwayatkan darinya, Muhammad al-Mughirah tentang keutamaan bulan Rajab. Mansyur bin Yazid adalah rawi yang tidak dikenal dan kabar (hadits) ini adalah bathil. " [12]
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany berkata: "Musa bin 'Imraan adalah majhul dan aku tidak mengenalnya." [13]
HADITS KETUJUH.
"Barangsiapa berpuasa tiga hari pada bulan Rajab, dituliskan baginya (pahala) puasa satu bulan, barangsiapa berpuasa tujuh hari pada bulan Rajab, maka Allah tutupkan baginya tujuh pintu neraka, barangsiapa yang berpuasa delapan hari di bulan Rajab, maka Allah membukakan baginya delapan buah pintu dari pintu-pintu Surga. Dan barang siapa puasa nishfu (setengah bulan) Rajab, maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah.
​​"
Keterangan: HADITS INI PALSU

Hadits ini termaktub dalam kitab al-Fawaa'idul Majmu'ah fil Ahaadits al-Maudhu'ah (no. 288).Setelah membawakan hadits ini asy-Syaukani berkata: "Suyuthi membawakan hadits ini dalam kitabnya, al-Laaliy al-Mashnu'ah, ia berkata: 'Hadits ini diriwayatkan dari jalan Amr bin al-Azhar dari Abaan dari Anas secara marfu'. '"
Dalam sanad hadits tersebut ada dua perawi yang sangat lemah [14]
Hadits ini diriwayatkan juga oleh Abu Syaikh dari jalan Ibnu 'Ulwan dari Abaan. Kata Imam as-Suyuthi: "Ibnu 'Ulwan adalah pemalsu hadits." [Lihat al-Fawaaidul Majmu'ah (hal. 102, no. 288).
Sebenarnya masih banyak lagi hadits-hadits tentang keutamaan Rajab, shalat Raghaa'ib dan puasa Rajab, akan tetapi karena semuanya sangat lemah dan palsu, penulis mencukupkan tujuh hadits saja.
PENJELASAN PARA ULAMA TENTANG MASALAH RAJAB

[1]. Imam Ibnul Jauzy menerangkan bahwa hadits-hadits tentang Rajab, Raghaa'ib adalah palsu dan rawi-rawi majhul. [Lihat al-Maudhu'at (II/123-126)]
[2]. Kata Imam an-Nawawy:
"Shalat Raghaa-ib ini adalah satu bid'ah yang tercela, munkar dan jelek." [Lihat as-Sunan wal Mubtada'at (hal. 140)]
Kemudian Syaikh Muhammad Abdus Salam Khilidhir, penulis kitab as-Sunan wal Mubtada'at berkata: "Ketahuilah setiap hadits yang menerangkan shalat di awal Rajab, pertengahan atau di akhir Rajab, semuanya tidak bisa diterima dan tidak dapat dilakukan." [Lihat as-Sunan wal Mubtada'at (hal. 141)]
[3]. Kata Syaikh Muhammad Darwiisy al-Huut : "Tidak satupun hadits yang sah tentang bulan Rajab sebagaimana kata Imam Ibnu Rajab." [Lihat Asnal Mathaalib (hal. 157)]
[4]. Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H): "Adapun shalat Raghaa'ib, tidak ada asalnya (dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam), bahkan termasuk bid'ah .... Atsar yang menyatakan (tentang shalat itu) dusta dan palsu menurut kesepakatan para ulama dan tidak pernah sama sekali disebutkan (dikerjakan) oleh seorang ulama Salaf dan para Imam ... "
Selanjutnya beliau berkata lagi: "Shalat Raghaa'ib adalah BID'AH menurut kesepakatan para Imam, tidak pernah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh melaksanakan shalat itu, tidak pula disunnahkan oleh para khalifah sesudah beliau Shallallahu' alaihi wa sallam dan tidak pula seorang Imam pun yang menyunnahkan shalat ini, seperti Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, Imam ats-Tsaury, Imam al-Auzaiy, Imam Laits dan selain mereka.
Hadits-hadits yang diriwayatkan tentang itu adalah dusta menurut Ijma 'para Ahli Hadits.Demikian juga shalat malam pertama bulan Rajab, malam Isra ', Alfiah nishfu Sya'ban, shalat Ahad, Senin dan shalat hari-hari tertentu dalam satu pekan, meskipun disebutkan oleh sebagian penulis, tapi tidak diragukan lagi oleh orang yang mengerti hadits-hadits tentang hal tersebut, semuanya adalah hadits palsu dan tidak ada seorang Imam pun (yang terkemuka) menyunnahkan shalat ini ... Wallahu a'lam. "[Lihat Majmu 'Fataawa (XXIII/132, 134)]
[5]. Kata Ibnu Qayyim al-Jauziyyah :
"Semua hadits tentang shalat Raghaa'ib pada malam Jum'at pertama di bulan Rajab adalah dusta yang diada-adakan atas nama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan semua hadits yang menyebutkan puasa Rajab dan shalat pada beberapa malamnya semuanya adalah dusta (palsu) yang diada-adakan. " 
[15]
[6]. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany mengatakan dalam kitabnya, Tabyiinul 'Ajab bima Warada fii Fadhli Rajab:
"Tidak ada riwayat yang sah yang menerangkan tentang keutamaan bulan Rajab dan tidak pula tentang puasa khusus di bulan Rajab, serta tidak ada pula hadits yang shahih yang dapat dipegang sebagai hujjah tentang shalat malam khusus di bulan Rajab. "
[7]. Imam al-'Iraqy yang mengoreksi hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Ihya '' Uluumuddin, menerangkan bahwa hadits tentang puasa dan shalat Raghaa'ib adalah hadits maudhu '(palsu). [Lihat Ihya '' Uluumuddin (I/202)]
[8]. Imam asy-Syaukani menukil perkataan 'Ali bin Ibra-him al-' Aththaar, ia berkata dalam risalahnya: "Sesungguhnya riwayat tentang keutamaan puasa Rajab, semuanya adalah palsu dan lemah, tidak ada asalnya (dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam). "[Lihat al-Fawaa-idul Majmu'ah fil Ahaaditsil Maudhu'ah (hal. 381)]
[9]. Syaikh Abdus Salam , penulis kitab as-Sunan wal Mubtada'at menyatakan: "Bahwa membaca kisah tentang Isra 'dan Mi'raj dan merayakannya pada malam tang-gal dua puluh tujuh Rajab adalah BID'AH. Berdzikir dan mengadakan peribadahan tertentu untuk merayakan Isra 'dan Mi'raj adalah BID'AH, do'a-do'a yang khusus dibaca pada bulan Rajab dan Sya'ban semuanya tidak ada sumber (asal konsumsinya) dan BID'AH, hal yang demikian itu perbuatan baik, niscaya para Salafush Shalih sudah melaksanakannya. "[Lihat as-Sunan wal Mubtada'at (hal. 143)]
[10]. Syaikh 'Abdul' Aziz bin 'Abdullah bin Baaz, ketua Dewan Buhuts 'Ilmiyyah, Fatwa, Da'wah dan Irsyad, Saudi Arabia, beliau berkata dalam kitabnya, at-tahdzir minal Bida' (hal. 8): " Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Shahabatnya tidak pernah mengadakan upacara Isra' dan Mi'raj dan tidak pula mengkhususkan suatu ibadah apapun pada malam tersebut. Jika peringatan malam tersebut disyar'iatkan, pasti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada ummat, baik melalui ucapan maupun perbuatan. Jika pernah dilakukan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, pasti diketahui dan masyhur, dan ten-Tunya akan disampaikan oleh para Shahabat kepada kita ...
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling banyak memberi nasihat kepada manusia, ia telah menyampaikan risalah kerasulannya sebaik-baik pengiriman dan telah menjalankan amanah Allah dengan sempurna.
Oleh karena itu, jika upacara peringatan malam Isra 'dan Mi'raj dan merayakan itu dari agama Allah, ten-Tunya tidak akan dilupakan dan disembunyikan oleh Rasulullah Shallallahu' alaihi wa sallam, tetapi karena hal itu tidak ada, maka jelaslah bahwa upacara tersebut bukan dari ajaran Islam sama sekali. Allah telah menyempurnakan agama-Nya bagi ummat ini, mencukupkan nikmat-Nya dan Allah mengingkari siapa saja yang berani menciptakan sesuatu yang baru dalam agama, karena cara tersebut tidak dibenarkan oleh Allah:
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam jadi agama bagimu." [Al-Maa-idah: 3]
KHATIMAH
Orang yang memiliki bashirah dan mau mendengarkan nasehat yang baik, dia akan berusaha meninggalkan segala bentuk bid'ah, karena setiap bid'ah adalah sesat, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Setiap bid'ah itu sesat dan setiap kesesatan di Neraka." [16]
Para ulama, ustadz, kyai yang masih membawakan hadits-hadits yang lemah dan palsu, maka mereka digo-longkan sebagai pendusta.
Sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
Dari Samurah bin Jundub dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau Shallallahu' alaihi wa sallam bersabda: "Barang-siapa yang menceritakan satu hadits dariku, padahal dia tahu bahwa hadits itu dusta, maka dia termasuk salah seorang dari dua pendusta." [HSR . Ahmad (V/20), Muslim (I / 7) dan Ibnu Majah (no. 39)]
[Disalin dari kitab Ar-Rasaail Jilid-1, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Abdullah, Cetakan Pertama Ramadhan 1425H/Oktober 2004M]
Sumber: almanhaj.or.id
Foote Note

[1] . Zaadul Ma'aad (I/375) cet. Muassasah ar-Risalah.
[2] . HR. Muslim (no. 1144 (148)) dan Ibnu Hibban (no. 3603), lihat Silsilatul Ahaadits ash-Shahihah (no. 980)
[3] . Lihat Maudhu'atush Shaghani (I/61, no. 129)
[4] . Al-Manaarul Muniif fish Shahih Wadh Dha'if (no. 168-169)
[5] . Al-Maudhu'at (II/125), oleh Ibnul Jauzy
[6] . Periksa: Mizaanul I'tidal (III/142-143, no. 5879)
[7] . Lihat al-Mashnu 'fii Ma'rifatil Haditsil Maudhu' (no. 206, hal. 128), oleh Syaikh Ali al-Qary al-Makky (wafat th. 1014 H)]
[8] . Lihat al-Maudhu'at Ibnul Jauzy (II/123), al-Fawaa'idul Majmu'ah fil Ahaadits Maudhu'at oleh as-Syaukany (no. 144) dan Tanziihus Syari'ah al-Marfu'ah 'anil Akhbaaris Syanii 'ah al-Maudhu'at (II/89), oleh Abul Hasan' Ali bin Muhammad bin 'Araaq al-Kinani (wafat th. 963 H).
[9] . Al-Maudhu'at (II/123-124).
[10] . Lihat al-Fawaa-id al-Majmu'ah (no. 290)
[11] . Lihat adh-Dhu'afa wa Matrukin oleh Imam an-Nasa'i (no. 512), al-Jarh wat Ta'dil (VII/80), Mizaanul I'tidal (III/341) dan Lisaanul Mizaan (IV/430 ).
[12] . Lihat Mizaanul I'tidal (IV / 189)
[13] . Lihat Silsilah Ahaadits adh-Dha'ifah wal Maudhu'ah (no. 1898)
[14] .
(1). 'Amr bin al-Azhar al-' Ataky.
Imam an-Nasa-i berkata: "Dia Matrukul Hadits." Sedangkan kata Imam al-Bukhari: "Dia dituduh sebagai pendusta." Kata Imam Ahmad: "Dia sering memalsukan hadits." [Periksa, adh-Dhu'afa wal Matrukin (no. 478) oleh Imam an-Nasa-i, Mizaanul I'tidal (III/245-246), al-Jarh wat Ta'dil (VI/221) dan Lisaanul Mizaan (IV/353)]
(2). Abaan bin Abi 'Ayyasy, seorang Tabi'in Shaghiir.
Imam Ahmad dan an-Nasa-i berkata: "Dia Matrukul Hadits (ditinggalkan haditsnya)." Kata Yahya bin Ma'in: "Dia matruk." Dan beliau pernah berkata: " Dia rawi yang lemah. "[Periksa: Adh Dhu'afa wal Matrukin (no. 21), Mizaanul I'tidal (I/10), al-Jarh wat Ta'dil (II/295), Taqriibut Tahdzib (I/51 , no. 142)]
[15] . Lihat al-Manaarul Muniif fish Shahiih Wadh Dha'iif (hal. 95-97, no. 167-172) oleh Ibnul Qayyim, tahqiq: 'Abdul Fattah Abu Ghaddah
[16] . HSR. An-Nasa'i (III/189) dari Jabir radhiyallahu 'anhu dalam Shahih Sunan an-Nasa'i (I/346 no. 1487) dan Misykatul Mashaabih (I/51)
Maraji '
[1]. Shahih al-Bukhari.
[2]. Shahih Muslim.
[3]. Sunan an-Nasaa-i.
[4]. Sunan Ibni Majah.
[5]. Musnad Imam Ahmad.
[6]. Shahih Ibni Hibban.
[7]. Zaadul Ma'aad fii Hadyi Khairil 'ibaad, oleh Syaikhul Islam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, cet.Mu-assasah ar-Risalah, th. 1412 H.
[8]. Maudhu'atush Shaghani.
[9]. Al-Manaarul Muniif fish Shahih Wadh Dha'if, oleh Syaikhul Islam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
[10]. Al-Maudhu'at, oleh Imam Ibnul Jauzy, cet. Daarul Fikr, th. 1403 H.
[11]. Mizaanul I'tidal, oleh Imam adz-Dzahaby, tahqiq: 'Ali Muhammad al-Bajaawy, cet. Daarul Fikr.
[12]. Al-Mashnu 'fii Ma'rifatil Haditsil Maudhu', oleh Syaikh Ali al-Qary al-Makky.
[13]. Al-Fawaa-idul Majmu'ah fil Ahaadits Maudhu'at oleh asy-Syaukany, tahqiq: Syaikh 'Abdurrahman al-Ma'allimy, cet. Al-Maktab al-Islamy, th. 1407 H.
[14]. Tanziihus Syari'ah al-Marfu'ah 'anil Akhbaaris Syanii'ah al-Maudhu'at, oleh Abul Hasan' Ali bin Muhammad bin 'Araaq al-Kinani.
[15]. Taqriibut Tahdziib, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqa-lany, cet. Daarul Kutub al-'Ilmiyyah.
[16]. Adh-Dhu'afa wa Matrukin, oleh Imam an-Nasa-i.
[17]. At-Taghib wat Tarhib, oleh Imam al-Mundziri.
[18]. Silsilah Ahaadits adh-Dha'ifah wal Maudhu'ah, oleh Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany.
[19]. Al-Laali al-Mashnu'ah, oleh al-Hafizh as-Suyuthy.
[20]. Adh-Dhu'afa wal Matrukin, oleh Imam an-Nasa-i.
[21]. Al-Jarhu wat Ta'dil, oleh Imam Ibnu Abi Hatim ar-Razy.
[22]. As-Sunan wal Mubtada'at, oleh Muhammad Abdus Salam Khilidhir.
[23]. Asnal Mathaalib fii Ahaadits Mukhtalifatil Maraatib, oleh Muhammad Darwisy al-Huut.
[24]. Majmu 'Fataawa, oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
[25]. Al-Manaarul Muniif fis Shahih Wadh Dha'if, oleh Syaikhul Islam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
[26]. Tabyiinul 'Ajab bimaa Warada fiii Fadhli Rajab, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-' Asqalany.
[27]. Ihya '' Uluumuddin, oleh Imam al-Ghazzaly.
[28]. At-Tahdziir minal Bida ', oleh Imam' Abdul 'Aziz bin' Abdullah bin Baaz.
[29]. Misykaatul Mashaabih, oleh Imam at-Tibrizy, takhrij: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany.

Keutamaan bulan Ramadhan

Ramadhan adalah bulan berkah, bulan sejuta hikmah, dan bulan kemuliaan yang lebih baik dari seribu bulan. Pendek kata, beruntunglah orang-orang yang bertemu dengan Ramadhan dan bisa berbuat kebajikan di dalamnya. Kemuliaan dan keberkahan Ramadhan telah disampaikan oleh Allah dan Rasul-Nya.

“Wahai segenap manusia, telah datang kepada kalian bulan yang agung penuh berkah, bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasa di siang harinya sebagai kewajiban, dan qiyam di malam harinya sebagai sunah. Barangsiapa menunaikan ibadah yang difardukan, maka pekerjaan itu setara dengan orang mengerjakan 70 kewajiban.

Ramadhan merupakan bulan kesabaran dan balasan kesabaran adalah surga. Ramadhan merupakan bulan santunan, bulan yang di mana Allah melapangkan rezeki setiap hamba-Nya. Barangsiapa yang memberikan hidangan berbuka puasa bagi orang yang berpuasa, maka akan diampuni dosanya, dan dibebaskan dari belenggu neraka, serta mendapatkan pahala setimpal dengan orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang berpuasa tersebut.” (HR Khuzaimah).

Dari hadis di atas, ada beberapa keutamaan Ramadhan. Pertama, syahrul azhim (bulan yang agung). Azhim adalah nama dan sifat Allah. Namun, juga digunakan untuk menunjukkan kekaguman terhadap kebesaran dan kemuliaan sesuatu. Ramadhan mulia dan agung, karena Allah sendiri telah mengagungkan dan memuliakannya.

Kedua, syahrul mubarak. Bulan ini penuh berkah, berdayaguna dan bermanfaat. Detik demi detik, waktu yang berjalan pada bulan suci ini, ia bagaikan rangkaian berlian yang sangat berharga bagi orang beriman. Karena semuanya diberkahi dan amal ibadahnya dilipatgandakan.

Ketiga, syahru shiyam. Pada bulan Ramadhan dari awal hingga akhir kita menegakkan satu dari lima rukun (tiang) Islam yang sangat penting, yaitu shaum (puasa). Keempat, syahru nuzulil qur'an. “Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Alquran sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan bagi petunjuk, dan furqan (pembeda).” (Al-Baqarah [2]: 185).

Kelima, syahrul musawwah (bulan santunan). Di bulan Ramadhan sangat dianjurkan bagi setiap Muslim untuk saling bederma, berkasih sayang dengan sesamanya yang keadaannya jauh memprihatinkan daripada kita.

Keenam
, syahrus shabr (bulan sabar). Bulan Ramadhan melatih jiwa Muslim untuk senantiasa sabar tidak mengeluh dan tahan uji. Sabar adalah kekuatan jiwa dari segala bentuk kelemahan mental, spiritual, dan operasional. Orang bersabar akan bersama Allah sedangkan balasan orang-orang yang sabar adalah surga. Semoga semua bisa memanfaatkan momentum Ramadhan ini untuk memperbanyak ibadah kepada Allah. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar